Tuesday, July 28, 2009

Jalanan Adalah Kehidupan


Bagi saya bus kota adalah salah satu tempat terbaik untuk digelarnya sebuah festival musik. Pasalnya, seringkali saya menemui musisi-musisi jalanan yang daya tampilnya luar biasa, baik dari segi kualitas vokal, keahlian memainkan alat musik sampai kecanggihan dalam aksi liuk-liku, gerak tubuh.

Mengapa saya bilang festival musik?

Penjelasannya kurang lebih seperti ini. Setahu saya, yang namanya festival musik biasanya terdiri dari berbagai macam performer. Nah, serupa kan. Di dalam bus kota sudah pasti musisi yang tampil itu berbagai macam. Jadi wajarlah kalau saya bilang ini adalah salah satu festival musik.

Baru saja saya membuktikan kembali pernyataan yang saya buat di atas. Sebuah pagelaran festival musik yang menurut saya luar biasa atau setidaknya dapat menghibur perjalanan pulang saya.

Dan tadi bukanlah kali pertama saya merasakan festival musik bus kota yang ciamik. Seperti yang saya sudah tuliskan tadi, sebenarnya banyak musisi-musisi jalanan yang mungkin keahliannya serupa atau bahkan bisa saya pastikan bahwa kemampuan dan keahlian mereka dalam membawakan lagu melebihi musisi-musisi yang berseliweran di teve. Lebih, karena penjiwaan mereka maksimal. Lebih, karena mereka mengasah kemampuan dengan otodidak (mungkin lho karena kondisi mereka yang jauh dari kata mewah). Lebih, karena mereka tampil apa adanya--tanpa efek, tanpa mixer.

Seperti yang tadi saya alami.

Tadi, ketika saya baru saja duduk di dalam bus, festival dimulai dengan seorang musisi jalanan yang bermodalkan alat musik okulele. Hanya saja untuk musisi abal-abal yang satu ini, dia masih jauh dari kata bagus dan saya sebenarnya membenci musisi yang tampil pertama kali tadi. Musisi jalanan pertama tampil dengan menggendong anak bayi dan ini membuat saya amat kesal namun tidak bisa berbuat apa-apa. Saya merasa kasihan dengan bayi tersebut dan saya merasa jengkel dengan musisi yang menggendongnya.

Sudahlah saya rasa musisi pertama ini disingkirkan saja, karena secara performa dia juga tidak ada bagus-bagusnya (sotoy juga gua bak kritikus musik ternama aja).

Lanjut ke Musisi kedua.

Musisi kedua ini seringkali saya temui jika menaiki AC76. Cuman bedanya, tadi dia sedikit beralih dari penampilan biasanya. Kalau yang lalu-lalu-lalu-lalu dia tampil hanya dengan secarik kertas untuk membawakan puisi, tadi dia tampil dengan sebuah gitar untuk membawakan beberapa lagu.

Dia pun menuju area pertunjukan, bus runaway stage biar lebih canggihnya. Seperti biasa kalimat pembuka pun dia lontarkan.

"Selamat malam... bla... bla... Saya merasa kasihan dengan bocah yang tadi. Tidak pantas dia dibawa-bawa ngamen. Itu saya, entah anda-anda sekalian." ucap sang musisi menanggapi performer sebelum dia.

Setelah memberikan beberapa patah kata, dia memulai aksinya. Dengan suara khas yang serak dia bernyanyi tentang Indonesia. Nada, lantunan, dan melodinya saya coba simak dengan baik. Saya merasa terhibur selain karena lagunya yang nikmat juga terhibur dengan semangat nasionalimenya.

Mungkin kalau saya benar-benar berada di panggung pertunjukan, saya akan memberikan applause kepadanya setiap dia selesai bernyanyi. Penghayatannya bagus, berkali-kali dia memejamkan mata untuk mendapatkan jiwa lagu yang ia bawakan.

Setelah dia bawakan dua lagu dengan durasi yang cukup panjang, diberikan lah kata-kata penutup olehnya. Sopan dan tidak menakutkan kata penutupnya. Perkataannya membuat saya merasa aman, jauh dari rasa takut akan penjahat yang suka berkeliaran di atas bus kota. Dia bahkan mengingatkan kepada seluruh penumpang agar tetap waspada dan jangan mudah terkecoh dengan penampilan luar seseorang karena bisa saja seseorang itu adalah seorang penjahat.

Musisi yang satu itu, menurut saya memang benar-benar seorang yang baik. Pasalnya, beberapa saat sebelum tadi dia juga pernah mengingatkan penumpang akan hal yang serupa. Beda halnya dengan musisi jalanan yang pernah saya temui di bus metro mini 72.

Kalau yang saya temui di metro mini 72 itu, si musisi tampak sangat urakan dan kasar. Hal itu saya dibuktikan oleh dirinya sendiri yang ketika ngedumel ia melontarkan kata, "Ko*&$l!!!" Mungkin kata itu terlontar karena dia kesal tidak ada penumpang yang memberinya uang, si salah satu musisi 72 tersebut. Tapi kan tidak semestinya juga.

Kembali ke AC 76. Sesampainya di blok m, musisi kedua tukar posisi dengan musisi berikutnya. Kali ini dua orang sekaligus yang tampil di bus runaway stage. Satu berperawakan tambun, satu lagi berperawakan kurus kerempeng. Mereka berdua masing-masing memegang satu gitar.

"Selamat malam, mungkin tadi anda-anda sekalian sudah dihibur dengan rekan saya. Kini saatnya kami menghibur anda." ujar sang pria tambun.

Mereka pun memulai lagu pertamanya. Baru saja awal-awal lagu, saya sudah merasa terkagum-kagum dengan mereka. Pasalnya, mereka memulai lagu dengan tarikan-tarikan melodi serta rhythm yang saling padu padan. Bunga Seroja lah yang mereka bawakan.

Si musisi tambun tampaknya jadi lead vocal dan si musisi kurus kerempeng jadi lead gitar serta backing vocal.

Si musisi tambun ini tampak sangat menikmati permainannya, membuat dia bergerak-gerak mengikuti irama lagu. Beruntung bus runaway area sedang tidak ramai, jika ramai mungkin sudah banyak orang yang jidadnya terantuk oleh neck guitar dia.

Sama seperti musisi yang kedua, si tambun pun berkali-kali memejamkan matanya untuk menghayati, untuk menjiwai musik tersebut. Suaranya melengking dengan volume yang keras. Sementara di sisinya, si kurus kerempeng di beberapa kesempatan ikut menyumbangkan suara untuk mendapatkan nada harmoni.

Si kurus tidak berhenti sampai di situ saja. Dia juga tidak mau kalah dengan si tambun. Dia tunjukan keahliannya dalam memetik gitar. Melodi-melodi yang--menurut saya si musisi kacangan--syuulit dia tampilkan kepada penumpang bus yang ada. Saya... Ya terpukau lah. Jago dia! dan setelah diingat-ingat, ternyata saya pernah melihat dia sebelumnya. Memang si kurus ini memiliki keahlian yang luar biasa.

Mata saya kembali mengarah ke si tambun yang asyik memejamkan mata, berteriak dan bergerak sesuai irama. Tidak beberapa lama kemudian terdengar suara, "Pletaaak!!!" Ternyata sangking bersemangatnya si tambun dalam memetik gitar, sampai-sampai salah satunya senarnya putus. Namun kejadian itu tidak membuat dia berhenti bermain. Terus saja dia bermain sampai lagunya habis.

Satu hal lagi yang saya suka dari mereka adalah aransemen lagunya. Beuh! Canggih beeut mereka, pake aransemen lagu segala. Bahkan menurut saya aransemen lagu mereka membuat lagu aslinya jadi terasa lebih hidup dan enak untuk dinikmati. Sekali lagi ingin rasanya saya bertepuk tangan cuman ya malu aja di bus tiba-tiba saya tepuk tangan sendiri. Alhasil, saya hanya menepuk-nepukkan jari ke tas sebagai gantinya tepuk tangan.

Mungkin ya, suatu saat nanti ada promotor musik yang terinspirasi dengan musisi-musisi jalanan tersebut. Mengadakan suatu pagelaran musik yang bertema "ngamen dalam bus". Isinya kurang lebih sama seperti yang biasa ada dalam bus kota. Hanya saja, para pengisi acaranya adalah artis-artis lawas dari Indonesia maupun luar Indonesia. Beeeuh bukan maen ciamik kan kalo udah gitu.

Jika memang ada, saya berharap saya dapat ikut serta dalam acara tersebut, karena saya dulu juga pernah merasakan tampil dalam bus kota. Tampil abal-abal, kacangan, payah.

Sekali lagi dan memang jika ada, mungkin harus ada beberapa tempat yang memang menampilkan musisi jalanan untuk beraksi di puluhan ribu penonton yang hadir. Bussseeeet!!!!

Jadi teringat sepenggal lirik yang pernah dibawakan oleh salah satu musisi jalan dan menurut saya liriknya itu bagus.

"Jalanan bukan pelarian, jalanan bla...bla... bla..., jalanan adalah kehidupan."

No comments: